Dengan perasaan bergemuruh, kata-kata ini aku rangkai, merintis bait terakhir untukmu—melangkah di lorong-lorong kelam perpisahan yang menyelubungi kita.
Tempo hari, duka merobek jiwaku saat kabar usiamu yang semakin pendek mencapai telingaku. Harsa, mengapa waktu bersamamu terasa seperti denyut nadi yang semakin redup? Mengapa takdir harus mencabik-cabik harapanku? Merampas masa depan yang dulu terhampar cerah bersamamu?
Harsa, kamu layaknya lilin yang terus menyala meski berada di ambang kehancuran; nahasnya, aku merasakan getaran hangatnya semakin memudar. Kamu seperti lagu sedih yang terus berkumandang di tengah hujan deras. Dan aku, hanya penikmat melodi kepedihan yang tak berkesudahan.
Harsa, aku takut menghadapi sebuah kehilangan, aku takut menghadapi kehampaan yang mengintai setelah kamu pergi, dan teror bahwa hidupku akan menjadi ruang gelap tanpa kehadiranmu. Ketakutan ini merayap di setiap sudut hatiku; malam-malam tanpamu semakin suram. Bagaimana jika ini adalah malam terakhir kita bersama, dan aku tak bisa menahanmu dalam pelukanku lebih lama?
Harsa, aku mencintaimu seperti bait-bait lagu yang menyayat jiwa, seperti melodi sedih yang tak kunjung usai. Aku mencintaimu, dalam kepedihan yang tak terlukiskan oleh kata-kata.
—Petrichor
#sajakberbicara
[
@sajakberbicara]
عرض المزيد ...